ARTICLE

Konsep dan Sejarah Asuransi

insurance-ancient

 
Konsep asuransi berasal dari sebuah ide yang sederhana, tetapi juga rumit di saat yang sama, yakni mengontrol ketidakpastian masa depan dengan melindungi Anda dari resiko yang mungkin tidak akan terjadi dalam waktu yang dekat, akan tetapi kemungkinannya selalu ada. Untuk ini, Anda dimungkinkan untuk membagi pengeluaran yang perlu bersama orang-orang lain yang memiliki kebutuhan yang sama.

 
Ide ini mengiringi maraknya ekonomi niaga dan berkontribusi besar terhadap perkembangan masyarakat modern dengan cara memfasilitasi ekonomi bebas dan kemajuan individual, memungkinkan setiap orang untuk membangun masa depan yang lebih terjamin tanpa kekhawatiran ketika mengambil keputusan dan merencanakan masa depan mereka.

 
Industri asuransi yang muncul dari ide ini didasarkan pada prinsip-prinsip dasar berikut:

  • Kebutuhan untuk memastikan ekonomi yang stabil dan terjamin di masa depan
  • Prinsip solidaritas antar kelompok-kelompok serupa yang terpapar pada resiko yang sama
  • Hubungan saling percaya antara pihak yang menyediakan dan yang membutuhkan asuransi, berdasarkan transparansi
  • Transaksi ekonomi yang bersifat penggantian – layanan dibayar di awal (premi asuransi) dan kemudian, apabila kejadian tidak menyenangkan yang diantisipasi terjadi, pihak penyedia asuransi diharuskan untuk menebus kerugian yang tercakup dalam perjanjian sebelumnya.

 
Ada berbagai tipe perjanjian asuransi. Kategori-kategori utama akan dijelaskan secara ringkas di bawah ini. Hal ini pada dasarnya sama saja di semua negara karena insuransi ada untuk memenuhi kebutuhan yang mendasar dan universal terhadap jaminan dan perlindungan.
Menurut Wikipedia, Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya dan mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut. Istilah “diasuransikan” biasanya merujuk pada segala sesuatu yang mendapatkan perlindungan.

 

RISIKO

Berbicara Asuransi, maka kita tidak bisa melepaskan dari yang namanya risiko. Risiko diartikan sebagai suatu keadaan ketidakpastian, dimana jika terjadi suatu keadaan yang tidak dikehendaki maka dapat menimbulkan suatu kerugian. Dalam dunia Asuransi, kerugian yang dimaksud disini adalah kerugian dalam arti financial (financial loss), dimana kerugian tersebut dapat dinilai dengan uang. Nah, Asuransi disini fungsinya akan menggantikan kerugian kita secara finansial jika risiko tersebut terjadi.

 

SEJARAH ASURANSI

Konsep asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman sebelum masehi dimana manusia pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, antara lain kekurangan bahan makanan.

Salah satu cerita mengenai kekurangan bahan makanan terjadi pada jaman Mesir Kuno semasa Raja Firaun berkuasa. Suatu hari sang raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf bahwa selama 7 tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan kemudian diikuti oleh masa paceklik selama 7 tahun berikutnya. Untuk berjaga-jaga terhadap bencana kelaparan tersebut Raja Firaun mengikuti saran Nabi Yusuf dengan menyisihkan sebagian dari hasil panen pada 7 tahun pertama sebagai cadangan bahan makanan pada masa paceklik. Dengan demikian pada masa 7 tahun paceklik rakyat Mesir terhindar dari risiko bencana kelaparan hebat yang melanda seluruh negeri.

Pada tahun 2000 sebelum masehi para saudagar dan aktor di Italia membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda dan anak-anak yatim dari para anggota yang meninggal. Perkumpulan serupa yaitu Collegia Nititum, kemudian berdiri dengan keranggotakan para budak belian yang diperbantukan pada ketentaraan kerajaan Romawi. Setiap anggota mengumpulkan sejumlah iuran dan bila salah seorang anggota mengalami nasib sial (unfortunate) maka biaya pemakamannya akan dibayar oleh anggota yang bernasib baik (fortunate) dengan menggunakan dana yang telah dikumpulkan sebelumnya.

Perkumpulan semacam ini merupakan salah satu konsep awal timbulnya asuransi, yaitu orang-orang yang beruntung atau bernasib baik membantu orang-orang yang tidak beruntung. Jadi jangan pernah merasa rugi berasuransi jika risiko tidak dapat menghampiri, justru kita bersyukur bahwa TUHAN melindungi kita, dan sekaligus kita bisa berbuat baik (amal) kepada orang-orang yang tertimpa risiko.

INSURANCE ARTICLE

insurance-article

PRODUK ASURANSI

Property All Risks Additional Clause

Property All Risks Additional Clause:

  1. Additional Increase in Cost of Working Clause
  2. All Other Contents Clause
  3. Alteration and Repair Clause
  4. Alterations Clause
  5. Appraisement Clause
  6. Architects, Surveyors and Consulting Engineers Expense (5% of TSI)
  7. Automatic Increase Clause
  8. Automatic Reinstatement Of Sum Insured
  9. Average Relief Clause (85%)
  10. Awnings, Blinds, Signs or Other Outdoor Fittings of Every Description Clause
  11. Banker’s Clause
  12. Broad Pair And Set Clause
  13. Burst Pipe Endorsement Clause
  14. Breach of Warranties Clause
  15. Cancellation Clause
  16. Capital Additions Clause
  17. Civil Authorities Clause
  18. Claim Co-Operation Clause
  19. Claim Preparation Clause
  20. Claim Settlement Clause
  21. Closure by Public Authorities Clause
  22. Computer Records Clause
  23. Cost Re-Erection Clause
  24. Cost of Re-Writing Record and Claims Preparation
  25. Currency Clause
  26. Customer’s Goods Clause
  27. Cyber Liability Exclusion Clause
  28. Cyber Risk Exclusion Clause
  29. Departmental Clause
  30. Designation Clause
  31. Electronic Data Recognition Clause EDRC “A”
  32. Employees Personal Effects Clause
  33. Errors and Ommision Clause
  34. Escalation Clause
  35. Expediting Expense Clause
  36. Extra Contractual Obligations Exclusion Endorsement Clause
  37. Extra Expenses Clause
  38. Fire Brigades Charges Clause
  39. Fire Extinguishing Costs Clause
  40. Fire Fighting Expenses Clause
  41. General Interest Clause
  42. Guest’s Personal Effect Clause
  43. Impact by Own Vehicle Clause
  44. Information Technology Hazard Clarification Clause (N.M.A. 2912)
  45. Internal Removal Clause
  46. Industries, Seepage, Pollution and Contamination Exclusion Clause (NMA 1685) (Sudden and Accidental)
  47. Interpretation Clause
  48. Landslip, Landslide and Subsidence Clause
  49. Leased Property Clause
  50. Lessors Interest Clause
  51. Loss Notification Clause
  52. Loss of Damaged Goods Clause
  53. Minor Alterations and Repairs Clause
  54. Misdescription Clause
  55. Nominated Adjuster Clause
  56. Non Invalidation Clause
  57. Notification Clause
  58. Nuclear Energy Exclusion Clause 1994 – N.M.A. 1975 (A) (worldwide excluding USA and Canada)
  59. Outbuilding Clause
  60. Output Replacement Clause
  61. Payment of Premium Warranty Clause
  62. Payment on Account Clause
  63. Political Risk Exclusion Clause
  64. Premises Clause
  65. Preventive Measure Clause
  66. Professional Accountants Clause
  67. Professional Fees Clause
  68. Property Damage Clarification Clause
  69. Property Under Construction Clause
  70. Prorata Return Premium Clause
  71. Public Authorities Clause
  72. Refill of Fire Extinguishers Clause
  73. Reinstatement Value Clause
  74. Removal Of Debris Clause
  75. Rights of Recourse Clause
  76. Sanction Limitation and Exclusion Clause
  77. Selling Price Clause
  78. Services Clause
  79. Software and Data Related Loss Exclusion Clause
  80. Sprinkler Leakage Clause
  81. Structural Alteration Clause
  82. Sue and Labour Clause
  83. Temporary Removal Clause
  84. Tenants Improvement Clause
  85. Terrorism Exclusion Endorsement (NMA 2920)
  86. Total Asbestos Exclusion Clause
  87. Transmission and Distribution Lines Exclusion Clause
  88. Vehicle Load Clause
  89. Waiver Clause
  90. Waiver of Subrogation Clause
  91. War and Civil War Exclusion Clause (N.M.A. 464)
  92. Work of Art Clause
  93. Workmen’s Clause

ASURANSI KESEHATAN: Produk Cash Plan Rawan Penipuan

health-fraud

 
JAKARTA – Pelaku asuransi diimbau untuk menghentikan sementara pemasaran atau mengurangi nilai atau besaran manfaat produk asuransi kesehatan dengan skema hospital cash plan di tengah maraknya aksi penipuan atau fraud oleh pelaku yang diindikasikan telah terorganisir.

Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan terjadi peningkatan jumlah laporan terkait aksi penipuan tersebut kepada asosiasi. Hingga saat ini, jelasnya, sudah lebih dari 10 pelaku asuransi yang memasarkan produk tersebut telah melaporkan kejadian serupa.

Dalam kasus yang diindikasikan fraud, jelasnya, tertanggung dibelikan produk asuransi kesehatan oleh oknum tertentu yang masih merupakan kerabatnya. Kemudian, tertanggung dengan sengaja mengkonsumsi makanan kadaluarsa sehingga bisa masuk perawatan rumah sakit dan dirawat inap dalam jangka waktu tertentu.

Dengan demikian, kata Togar, tertanggung akan menerima klaim asuransi kesehatan dengan skema hospital cash plan dengan nilai pertanggungan relatif besar, yakni dari Rp 1,5 juta – Rp 3 juta per hari.

Misalnya, saudara, teman, bahkan orang tua diberi asuransi dan disuruh minum susu basi sehingga masuk rumah sakit dan dirawat satu sampai dua minggu. Ini bukan hanya satu atau dua orang, ini sudah terorganisir dan mengkhawatirkan seperti mafia,” ungkapnya kepada Bisnis, Senin (18/9).

Secara umum, produk proteksi kesehatan yang ditawarkan asuransi, baik asuransi jiwa maupun asuransi kerugian atau umum terbagi atas dua jenis. Pertama, asuransi kesehatan yang menawarkan skema hospital benefit.

Produk ini secara mendasar dijalankan dengan prinsip indemnity atau ganti rugi sehingga manfaat asuransi diberikan melalui sejumlah paket atau plan, mulai dari biaya obat, dokter, hingga biaya rawat inap sesuai kelasnya, yang dipilih sejak awal.

Dengan begitu, penggantian kerugian dari produk dengan skema hospital benefit umumnya dilakukan nontunai sebab tidak melalui proses reimbursement dan dibayarkan oleh asuransi sesuai nilai yang tertera pada kuitansi tertanggung.

 
SANTUNAN
Sementara itu, produk lainnya adalah asuransi kesehatan dengan skema hospital cash plan. Produk ini sebenarnya bersifat santunan sehingga memberikan manfaat berupa biaya pengganti sesuai dengan jumlah hari perawatan atau tindakan tertentu.

Dengan besaran nilai penggantian yang ditetapkan di awal, klaim produk asuransi ini umumnya dilakukan secara reimbursement.

Skema inilah yang ternyata membuka peluang bagi nasabah asuransi jiwa untuk melakukan kecurangan.

Togar mengatakan AAJI saat ini mengimbau asuransi jiwa yang memasarkan produk tersebut untuk melakukan dua hal. Pertama, jelasnya, nilai manfaat dari produk tersebut sebaiknya diturunkan.

“Jadi, jangan lagi di atas Rp 1 juta, tetapi sekitar Rp 500.000 atau Rp 200.000 per hari. Meski, memang produknya jadi tidak menarik,” ungkapnya.

Kedua, sambung dia, AAJI berharap para pelaku asuransi untuk sementara tidak memasarkan produk tersebut hingga kondisi lebih terkendali. Dia mengatakan asosiasi meyakini kedua imbauan itu bakal mampu mengantisipasi dan meredam aksi penipuan yang tengah marak tersebut.

Di sisi lain, dia menilai problem ini juga menunjukkan kepada masyarakat bahwa dalam proses klaim asuransi, perusahaan tidak melulu salah. “Ini contoh pelanggan juga bisa nakal,” ungkapnya.

Ketua Umum Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) Dadang Sukresna juga mengakui masih adanya indikasi aksi penipuan dalam pemanfaatan layanan jasa asuransi kesehatan. Menurutnya, aksi penipuan dalam klaim asuransi kesehatan dengan skema hospital cash plan paling mudah dilakukan.

“Sebetulnya sudah ada beberapa perusahaan asuransi anggota yang melaporkan adanya fraud. Ini harus menjadi perhatian,” ungkapnya kepada Bisnis.

Dadang menilai dampak aksi penipuan ini kian membesar bagi industri asuransi. Oleh karena itu, Dadang mengatakan aksi fraud ini akan menjadi salah satu tema yang akan dibahas dalam ajang 23rd Indonesia Rendevous yang diselenggarakan AAUI pada awal Oktober nanti.

Dia berharap pembahasan tema itu dapat memberikan gambaran dan solusi kepada pelaku, regulator dan pasar asuransi internasional terkait praktik penyimpangan tersebut. “Makanya, fraud ini menjadi salah satu topik. Kita mesti bersama memerangi fraud,” tegas Dadang.

Pelaku asuransi telah mengidentifikasi sejumlah oknum atau pihak yang diduga kuat melakukan aksi penipuan atau fraud dalam klaim produk asuransi kesehatan dengan skema hospital cash plan.

Direktur PT Asuransi Sinar Mas (ASM) Dumasi M.M. Samosir mengakui praktik penipuan dalam klaim asuransi kesehatan itu memang masih terjadi hingga saat ini. Umumnya, jelas dia, oknum tersebut membeli produk asuransi individual.

“Biasanya dilakukan oleh pembeli polis direct dan online,” ungkapnya kepada Bisnis, Selasa (19/9).

Dumasi mengatakan ASM telah memasarkan produk asuransi kesehatan dengan skema tersebut sejak 1990. Pihaknya kala itu mulai menjual produk melalui kartu kredit Bank International Indonesia.

Sejumlah polis dari produk asuransi yang dipasarkan saat itu pun masih bertahan hingga saat ini. Hingga saat ini, jelasnya, ASM telah memiliki 10 jenis produk asuransi kesehatan hospital cash plan.

“Kalau pemegang kartu kredit sejauh ini jarang sekali yang melakukan tindakan penipuan sejenis,” ungkapnya.

Dumasi menjelaskan ASM telah memiliki prosedur standar operasional dalam menangani indikasi fraud dalam klaim asuransi. Langkah itu memungkinkan pihaknya untuk lebih awal menindak dan mengantisipasi upaya penipuan.

Sejauh ini, jelasnya, aksi penipuan klaim asuransi kesehatan seperti ini marak dilakukan oleh pelaku asal Surabaya, Jawa Timur. Teranyar, Dumasi mengatakan jaringan itu meluas hingga ke Medan, Sumatera Utara.

“Jadi, kami memang buat kriteria khusus dalam menganalisa klaim-klaim dari Surabaya. Yang terakhir ini mereka buat jaringan ke Medan juga, tetapi orang-orangnya sebenarnya yang dari Surabaya itu,” ungkapnya.

 
SUMBER

Sengketa Klaim Asuransi Jiwa: Haruskah Tertanggung Mengetahui Dirinya Sedang Menderita Suatu Penyakit?

KASUS
DATA DAN FAKTA
Seorang karyawan Kementerian Perdagangan di Denpasar, membeli sebuah polis unit-link yang kedua tanggal 23 Desember 2008 (polis asuransi efektif mulai 01 Desember 2008 s/d 30 Novenber 2042 atau 34 tahun) atas nama dirinya. sedangkan polis pertamanya di jual (surrender) tanggal 4 Maret 2009 untuk tambahan biaya tour bersama anak-anak dan suaminya ke luar negeri tanggal 23 Maret 2009.

Premi tahunan sebesar Rp20.000.000,- , dibayar setiap tahun selama 5 tahun. Adapun polisnya adalah non-medical dan semua proses pengajuan polis baru telah dipenuhi sesuai prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan asuransi.

Tanggal 29 Maret 2009, setelah pulang dari tournya ke luar negeri, Tertanggung menderita sakit batuk-batuk, lalu ia melakukan konsultasi dan pengobatan ke Dokter Spesialis Penyakit Paru pada tanggal-tanggal 11 April 2009; 13 April 2009; 14 April 2009 dan 20 April 2009. Pada pemeriksaan tanggal 20 April 2009 ini Tertanggung mengetahui dirinya menderita penyakit kanker, berdasarkan hasil pemeriksaan dan diagnosa dokter. Pengobatan dilanjutkan 21 April 2009; 24 April 2009; 28 April 2009 dan terakhir tanggal 1 Mei 2009.

Tanggal 5 Mei 2009 sampai 15 Mei 2009 Tertanggung berobat di RS St. Carolus Jakarta, ditangani oleh Dokter Spesialis Penyakit Kanker dengan diagnosis : 1. Pneumonia 2. Adenoca Paru kiri dengan efusi pleura kiri, 3. Tidak didapatkan TB pada pasien ini.

Tanggal 25 Mei 2009 Tertanggung berobat di RS Gleneagles Medical Centre di Singapura dengan tujuan meminta second opinion.

Setelah kembali dari pengobatan di Singapura, Tertanggung sempat beristirahat di rumahnya. Pada tanggal 2 Juni 2009 pernapasannya agak terganggu dan kondisi badannya melemah. Ia segera diantar keluarganya ke RS Bali Medistra, Denpasar. Selama dirawat di RS ini kondisi kesehatannya menurun dan akhirnya pada tanggal 6 Juni 2009 jam 01.00 pagi Tertanggung meninggal dunia.

Dokter terakhir yang menangani Tertanggung memberikan diagnosis pada surat keterangan dokter sebagai kelengkapan pengajuan klaim kematian tertanggal 16 Juni 2009, pada item 2 menyebutkan: ……keluhan sakitnya 6 (enam) bulan sebelumnya.

 
Atas dasar keterangan dokter terakhir yang merawat Tertanggung tersebut, pihak perusahaan asuransi menolak membayar klaim dengan alasan:

  • Tertanggung diasumsikan telah mengetahui dirinya menderita penyakit kanker paru-paru berdasarkan Surat Keterangan Dokter RS Bali Medistra yang menyatakan bahwa tertanggung sejak 6 bulan sebelumnya menderita Ca Paru Stadium-IV (Kanker paru-paru stadium-IV). Artinya jika dihitung mundur dari waktu Tertanggung meninggal tanggal 6 Juni 2009 hingga saat Tertanggung membeli polis asuransi tanggal 23 Desember 2008, ia pasti sudah mengetahui dirinya menderita penyakit tersebut.
  • Tertanggung dinyatakan telah melanggar prinsip iktikad baik, karena tidak memberikan keterangan yang sebenarnya pada saat pengisian aplikasi (SPAJ) pada Bagian pertanyaan IX No.9.

 
HASIL MEDIASI
Pemohon mengajukan sengketanya ke BMAI tanggal 19 Oktober 2009. Proses mediasi berjalan dengan baik, akan tetapi tidak ada kata sepakat, karena masing-masing pihak mempertahankan pendiriannya. Pada tanggal 8 Februari 2010 perusahaan asuransi tetap pada keputusannya untuk menolak membayar klaim Termohon.

 
PERTIMBANGAN MAJELIS AJUDIKASI
Dengan tidak adanya kata sepakat, maka sengketa ini dilanjutkan oleh Pemohon ke jenjang ajudikasi tanggal 16 Februari 2010. Majelis Ajudikasi memeriksa dan memutuskan, Termohon harus membayar klaim dengan pertimbangan sebagai berikut:

  • Dokter terakhir yang menangani Tertanggung yaitu Dokter RS Bali Medistra pada tanggal 12 Oktober 2009 telah membuat koreksi atas surat keterangan awalnya menjadi : “Berdasarkan penelusuran catatan medik yang bersangkutan di tempat kami dan catatan medik dokter yang memeriksa sebelumnya, fotocopy data terlampir, bahwa keluhan sakitnya (batuk berdahak) dirasakan kurang lebih 2 (dua) bulan sebelumnya.
  • Tertanggung tidak mengetahui dirinya menderita penyakit kanker pada saat membeli polis asuransi yang kedua tanggal 23 Desember 2008. Ia baru menyadari dirinya menderita penyakit kanker paru-paru setelah pulang dari tournya keluar negeri yaitu saat pemeriksaan yang keempat oleh Dokter RS St. Carolus tanggal 20 April 2009.
  • Termohon tidak dapat membuktikan bahwa Tertanggung telah menyadari dirinya menderita penyakit sebelum atau pada saat membeli polis asuransi kedua, tetapi hanya berdasarkan asumsi atas keterangan yang diberikan oleh dokter yang merawatnya. Oleh karenanya Tertanggung tidak dapat dianggap melanggar prinsip-prinsip iktikad baik (utmost good faith).
  • Jika Tertanggung sungguh beriktikad tidak baik, maka Tertanggung tidak mungkin menjual polis pertamanya tanggal 4 Maret 2009 atau 3 bulan sebelum Tertanggung meninggal dunia.
PEMBAHASAN
Seorang dokter dapat saja membuat suatu kekeliruan. Terbukti ia telah meralat keterangan yang diberikannya terdahulu. Seorang calon Tertanggung boleh saja tidak menyadari bahwa ia tengah menderita sesuatu penyakit pada saat ia membeli asuransi, karena ia jarang ke dokter atau karena keawamannya atau mungkin ia tidak pandai membaca gejala adanya suatu penyakit. Ia pun dapat saja berbohong. Namun logika mengatakan, jika ia sungguh mengetahui dirinya menderita sesuatu penyakit ia tidak akan menjual polis pertamanya.

Pembelajaran:

  • Hendaknya Penanggung lebih cermat dalam melakukan investigasi klaim, sehingga setiap keputusan penolakan klaim tidak mudah dibantah. Oleh karena dokter pun dapat membuat kekeliruan, sebaiknya dilakukan klarifikasi dengan dokter pembuat keterangan medik. Meminta pendapat dokter ahli lain tentu akan membantu.
  • Menjual polis asuransi tanpa pemeriksaan dokter (non-medical)senantiasa mempunyai risiko dan konsekuensi. Hal ini dimaklumi benar oleh Penanggung ketika produk tersebut diciptakan. Penjual dan underwriter perlu lebih peka pada saat menerima permohonan produk ini.

 
SUMBER

INFORMASI BMAI
Tertanggung berhak untuk mendapatkan ganti rugi atas setiap klaim sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur di dalam polis. Apabila klaim Tertanggung ditolak karena tidak terpenuhinya ketentuan dan/atau persyaratan polis, dan Tertanggung berkeberatan atas penolakan itu, Tertanggung boleh menempuh upaya mediasi atau ajudikasi melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) pada:

 
Sebagai informasi :

  • Pelayanan BMAI tidak dikenakan biaya*
  • Keputusan Ajudikasi BMAI wajib diterima oleh Penanggung
  • Tertanggung bebas untuk menerima atau menolak keputusan Ajudikasi BMAI

 
*Pelayanan Mediasi dan Ajudikasi dengan nilai tuntutan sampai dengan Rp. 750.000.000 (asuransi umum) dan Rp. 500.000.000 (asuransi jiwa). Untuk pelayanan Arbitrase ditetapkan berdasarkan nilai klaim yang dipersengketakan.

Sengketa Klaim Asuransi Kesehatan: Masa Tunggu

KASUS
Sebuah polis asuransi kesehatan dengan manfaat antara lain: penggantian biaya rawat inap atas beberapa jenis penyakit tertentu dan ada juga beberapa jenis penyakit yang dikecualikan. Dari penyakit-penyakit yang dijamin oleh Penanggung ada beberapa penyakit yang diberikan syarat masa tunggu (pre-existing period) selama 12 bulan sejak polis itu berlaku, artinya jika pada periode tersebut Tertanggung melakukan pemeriksaan dan atau pengobatan yang berkaitan dengan penyakit yang dikenakan masa tunggu, maka semua biaya yang dikeluarkan tersebut menjadi tanggungan Tertanggung.

Polis mulai berlaku tanggal 15 Oktober 2006. Pada tanggal 18 Oktober 2007 Tertanggung dirawat inap karena lipoma colli (benjolan di leher) yaitu jenis penyakit yang dikenakan masa tunggu, akan tetapi pemeriksaan pra rawat inap (menurut data investigasi Penanggung) dilakukan tanggal 11 Oktober 2007 (masa tunggunya baru berjalan 11 bulan 27 hari atau kurang 4 hari lagi).

Tertanggung menuntut penggantian biaya rawat inap yang telah dikeluarkannya.

Penanggung menolak membayar klaim dengan alasan :

  1. setelah dilakukan penelitian dan investigasi oleh Penanggung diketahui bahwa Tertanggung mendapat perawatan atas penyakitnya dalam masa tunggu yaitu pada tanggal 11 Oktober 2007.
  2. penyakit yang diderita Tertanggung termasuk penyakit yang dikecualikan dalam polis yaitu semua jenis tumor/benjolan/kista.

 
Dalam proses mediasi para pihak mengemukakan alasan-alasan mereka sebagai berikut:

  1. Pemegang Polis menyatakan bahwa:
    • Anaknya (Tertanggung) baru masuk RS untuk mendapatkan perawatan tanggal 18 Oktober 2007 dan bukan tanggal 11 Oktober 2007.
    • Sebelum Tertanggung masuk RS, pihak pemegang polis telah meminta informasi dari pihak Penanggung dan pada prinsipnya tidak ada masalah.
    • Jenis penyakit yang diderita Tertanggung memang benar benjolan akan tetapi bukan tumor ataupun kista melainkan adanya pembekakkan kelenjar getah bening.
    • Penanggung harus mengadakan investigasi dengan benar dan akurat untuk menunjang alasan penolakan klaim Tertanggung.
  2. Penanggung menyatakan bahwa:
    • Penanggung pada tahap awal tetap pada pendiriannya untuk menolak klaim, karena Tertanggung menderita lipoma colli (benjolan di leher).
    • Akan melakukan investigasi ulang, berkaitan dengan pernyataan dokter yang diberikan pada formulir kesehatan.

 
Setelah Penanggung melakukan investigasi ulang ke RS yang merawat Tertanggung, didapatkan bahwa: benjolan yang ada di leher Tertanggung bukan termasuk tumor atau kista sesuai penyakit yang dikecualikan dalam polis, melainkan sejenis penyakit limfadentis kronik tidak spesifik (sesuai surat keterangan dari RS yang merawatnya). Klaim asuransi dibayarkan sesuai ketentuan yang berlaku dalam polis.

PEMBAHASAN
Tertanggung:

  • Berlakulah bijaksana seperti pemegang polis di atas. Artinya benar-benar membaca isi polis yang dimiliki.
  • Jangan menerima begitu saja penolakan klaim oleh Penanggung tanpa diberikan alasan yang benar sesuai dengan isi perjanjian polis.

 
Penanggung:

  • Harus berhati-hati dalam melakukan penolakan klaim asuransi. Berikanlah alasan-alasan yang tepat dan benar sesuai perjanjian polis sehingga tidak terkesan mengada-ada dan menghindar dari tanggung jawab.
  • Jangan melakukan underwriting pada saat klaim asuransi terjadi. Lakukanlah itu sebelum asuransi diterima dan polis diterbitkan.
  • Jika investigasi diperlukan, lakukanlah dengan cermat sehingga tidak perlu diulang dan berkali-kali. Sangat beruntung jika pihak RS bisa diajak bekerjasama. Bagaimana jika melakukan investigasi berkali-kali pada kasus kematian dan almarhum sudah dikremasi.

 
SUMBER

INFORMASI BMAI
Tertanggung berhak untuk mendapatkan ganti rugi atas setiap klaim sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur di dalam polis. Apabila klaim Tertanggung ditolak karena tidak terpenuhinya ketentuan dan/atau persyaratan polis, dan Tertanggung berkeberatan atas penolakan itu, Tertanggung boleh menempuh upaya mediasi atau ajudikasi melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) pada:

 
Sebagai informasi :

  • Pelayanan BMAI tidak dikenakan biaya*
  • Keputusan Ajudikasi BMAI wajib diterima oleh Penanggung
  • Tertanggung bebas untuk menerima atau menolak keputusan Ajudikasi BMAI

 
*Pelayanan Mediasi dan Ajudikasi dengan nilai tuntutan sampai dengan Rp. 750.000.000 (asuransi umum) dan Rp. 500.000.000 (asuransi jiwa). Untuk pelayanan Arbitrase ditetapkan berdasarkan nilai klaim yang dipersengketakan.

Sengketa Klaim Asuransi Jiwa: Agen adalah Wakil Penanggung

KASUS
Sebuah polis Protector Plus berlaku mulai tanggal 01 September 2009 – 31 Agustus 2034 dengan Uang Pertanggungan sebesar Rp 250 juta dan premi sebesar Rp 25 juta/tahun.

Aplikasi asuransi (SPAJ) diisi oleh Agen Asuransi, sedangkan Tertanggung diminta hanya menandatanganinya saja. Tertanggung telah menyampaikan kondisi kesehatannya secara jelas kepada Agen Asuransi termasuk hasil pemeriksaan dokter yang pernah dilakukannya. Akan tetapi Agen asuransi tidak menuliskan informasi tersebut dengan jujur dan benar. Alasan Agen Asuransi karena Tertanggung membeli produk asuransi ini dengan pemeriksaan dokter (medical check-up di RS Pertamina Cirebon) dan hasilnya baik atau wajar sehingga polis asuransi diterbitkan oleh Penanggung.

Pada tanggal 16 April 2011 jam 13.30 wib, Tertanggung di rujuk ke RS Mediros Jakarta Timur untuk menjalani rawat inap, namun pada jam 18.00 wib Tertanggung dipindahkan ke RS MH. Thamrin dan masuk ICU. Tertanggung meninggal dunia pada jam 21.05 wib pada hari yang sama dengan diagnosa NSTEMI dengan gagal nafas + CAD + HHD + BP.

Berdasarkan hasil investigasi/penelusuran Termohon, Tertanggung pernah menjalani perawatan (rawat inap) pada tanggal 21 Juli 2003 – 01 Agustus 2003 dengan diagnose Diabetes Militus (DM), maka pengajuan klaim asuransi Pemohon ditolak dengan mengemukakan alasan-alasan sebagai berikut:

  • Tertanggung menjawab “TIDAK” pada pertanyaan bagian IX.9 SPAJ tentang Riwayat Kesehatan Calon Tertanggung yaitu “Apakah calon Tertanggung dan atau pemegang polis pernah/sedang/pernah diberitahukan menderita/mendapat perawatan untuk penyakit atau gejala-gejala dari yang tersebut dibawah ini: butir (f): “Gangguan hormonal dan metabolism seperti diabetes atau kencing manis,……”.
  • Polis dalam masa uji (contestable period) sesuai ketentuan yang diatur pada Syarat-syarat Umum Polis Asuransi Jiwa Perorangan Pasal 2 ayat 1, 2, dan 3.
  • Batalnya pertanggungan, sesuai deklarasi atau pernyataan pada halaman 5 SPAJ yang mengatur mengenai batalnya polis sekiranya jawaban-jawaban yang diberikan oleh Tertanggung ternyata tidak/kurang lengkap atau tidak/kurang benar.

 
Pemohon tidak dapat menerima penolakan klaimnya, sebab:

  • Pemohon dan almarhum suaminya termasuk anak-anaknya yang memiliki polis asuransi yang serupa pada perusahaan Termohon telah memberikan informasi kesehatannya dengan benar, termasuk kunjungan/ konsultasi dan perawatan ke dokter/RS yang pernah dilakukan, akan tetapi informasi ini tidak dituliskan oleh agen asuransi di dalam SPAJ. Agen hanya meminta Pemohon menandatangani SPAJ, sedangkan pengisian jawaban atas pertanyaan-pertanyaan dilakukan oleh Agen asuransi.
  • Polis diterbitkan setelah Tertanggung menjalani pemeriksaan/check-up kesehatan di RS Cirebon, sesuai petunjuk dan permintaan Termohon, dengan hasil baik/wajar.
  • Kesalahan Agen asuransi adalah kesalahan Termohon, karena agen asuransi adalah wakil perusahaan.

 
Termohon melakukan koordinasi dengan kantor cabang Cirebon untuk mendapatkan kebenaran informasi khususnya dari agen penutupnya. Hasilnya, Agen mengakui telah melakukan kesalahan tersebut. Termohon meninjau kembali keputusannya menolak klaim Pemohon.

PEMBAHASAN
Agen mempunyai peran sangat penting di dalam proses penutupan asuransi. Undang-Undang No.2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian menyatakan Agen adalah usaha yang memberikan jasa keperantaraan dalam rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan atas nama Penanggung. Oleh karenanya semua tindakan kesalahan dan kelalaian agen, dalam melakukan tugasnya sebagai agen, menjadi tanggung jawab Penanggung. Penanggung wajib memberikan pelatihan dan pengawasan yang cukup kepada agen-agennya agar proses penjualan berjalan sesuai dengan pedoman yang telah digariskan Penanggung. Agen harus paham benar akan fungsi dan kedudukannya.

Calon Tertanggung hendaknya tidak membiarkan SPAJ diisi oleh orang lain, termasuk agen, sebab hanya dia sajalah yang mengetahui dengan benar riwayat dan keadaan kesehatannya. Jika SPAJ terpaksa diisi oleh orang lain, Tertanggung harus membacanya dan meyakini kebenaran semua jawaban yang diberikan, sebelum menandatanganinya. Pahami dengan baik bagian paling akhir dari SPAJ yang menyatakan tentang sanksi pembatalan polis, jika jawaban-jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.

 
SUMBER

INFORMASI BMAI
Tertanggung berhak untuk mendapatkan ganti rugi atas setiap klaim sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur di dalam polis. Apabila klaim Tertanggung ditolak karena tidak terpenuhinya ketentuan dan/atau persyaratan polis, dan Tertanggung berkeberatan atas penolakan itu, Tertanggung boleh menempuh upaya mediasi atau ajudikasi melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) pada:

 
Sebagai informasi :

  • Pelayanan BMAI tidak dikenakan biaya*
  • Keputusan Ajudikasi BMAI wajib diterima oleh Penanggung
  • Tertanggung bebas untuk menerima atau menolak keputusan Ajudikasi BMAI

 
*Pelayanan Mediasi dan Ajudikasi dengan nilai tuntutan sampai dengan Rp. 750.000.000 (asuransi umum) dan Rp. 500.000.000 (asuransi jiwa). Untuk pelayanan Arbitrase ditetapkan berdasarkan nilai klaim yang dipersengketakan.

Sengketa Klaim Asuransi Umum : Hilangnya Sepeda Motor Secara Mencurigakan

pencuri-motor-3-01

KASUS
Seorang kakek berusia 63 tahun, yang masih gagah dan energik dibelikan cucunya sebuah sepeda motor, berikut sebuah polis asuransi kendaraan bermotor untuk sepeda motor tersebut. Sang kakek sangat senang, karena dengan demikian kegiatannya sebagai pedagang kelontong dapat lebih mudah dijalankan. Kemana-mana lebih gampang dan tidak memerlukan waktu yang lama.

Malangnya… kegembiraan sang kakek berlangsung tidak lama, karena pada bulan keempat, motornya hilang dicuri orang. Cara hilangnya agak unik, tidak seperti modus pencurian pada umumnya.

Pagi itu sang kakek bepergian dengan menggunakan motornya. Di tengah perjalanan dia merasa ingin kencing yang tak tertahankan. Maklum orang tua, mungkin ada gangguan pada kelenjar prostatnya. Sang kakek segera minggir, menurunkan tuas penyangga sehingga motornya dapat tetap berdiri, lalu meninggalkan motor itu tanpa mematikan mesinnya. Sang kakek menghadap ke parit dan melakukan hajatnya. Tetapi dalam posisi itu, tiba-tiba dari belakang ia didorong oleh seorang yang tak dikenal. Ia terjatuh ke dalam parit dan motornya dibawa lari oleh orang yang mendorongnya itu. Peristiwa ini agaknya tidak menarik perhatian orang, karena tempat kejadian peristiwa tidak banyak orang yang berlalu-lalang. Kejadian ini segera diberitahukan kepada cucunya yang kemudian melaporkan dan mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi.

Tak diduga… klaim asuransi ditolak Penanggung dengan alasan bahwa peristiwa itu bukanlah suatu kecelakaan, bahkan dicurigai sebagai rekayasa dan konspirasi Tertanggung untuk mendapatkan ganti rugi dari Penanggung. Penanggung meminta Surat Keterangan dari Polda yang menyatakan bahwa kendaraan bermotor yang dijamin polis sungguh telah hilang dicuri orang.

Tertanggung tidak menerima alasan penolakan klaimnya dan sengketa dibawa Tertanggung untuk diselesaikan di BMAI. Mediator segera menghubungi Penanggung dan setelah berbicara sebentar, kemudian akhirnya Penanggung memutuskan untuk membayar klaim Tertanggung.

Apa yang membuat Penanggung mengubah keputusannya menolak klaim ini? Sederhana saja, Penanggung menyadari bahwa ada kesulitan baginya untuk membuktikan kecurigaan terhadap rekayasa dan konspirasi Tertanggung untuk mendapat ganti rugi dari Penanggung. Penanggung juga memahami, bahwa untuk mendapatkan Surat Keterangan Kehilangan Kendaraan dari Kepolisian, Tertanggung harus mengeluarkan biaya yang berakibat bahwa jumlah klaim yang dibayarkan akan tidak banyak berarti bagi Tertanggung.

Faktanya: Harga Pertanggungan Rp. 11 juta, jumlah klaim yang disetujui Penanggung sebesar Rp. 10 juta. Penanggung menyetujui membayar klaim tanpa adanya Surat Keterangan Kehilangan dari Polda dan mengurangi jumlah klaim menjadi Rp. 9,5 juta. Uang sejumlah Rp. 500 ribu yang dikurangi dari jumlah klaim yang disetujui Penanggung, anggaplah sebagai biaya mengurus surat keterangan kepolisian.

PEMBAHASAN
Menolak klaim Tertanggung hendaknya didasarkan pada ketentuan dan syarat yang dicantumkan di dalam polis. Kecurigaan, ketidakpercayaan, keraguan atas kebenaran peristiwa penyebab kerugian tidak dapat digunakan sebagai alasan untuk menolak klaim, melainkan harus terlebih dahulu dibuktikan oleh Penanggung.

Fungsi “Internal Dispute Resolution” harus dilaksanakan sebaik-baiknya sebelum sengketa dibawa keluar, entah ke BMAI atau ke upaya penyelesaian hukum lainnya.

 
SUMBER

INFORMASI BMAI
Tertanggung berhak untuk mendapatkan ganti rugi atas setiap klaim sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur di dalam polis. Apabila klaim Tertanggung ditolak karena tidak terpenuhinya ketentuan dan/atau persyaratan polis, dan Tertanggung berkeberatan atas penolakan itu, Tertanggung boleh menempuh upaya mediasi atau ajudikasi melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) pada:

 
Sebagai informasi :

  • Pelayanan BMAI tidak dikenakan biaya*
  • Keputusan Ajudikasi BMAI wajib diterima oleh Penanggung
  • Tertanggung bebas untuk menerima atau menolak keputusan Ajudikasi BMAI

 
*Pelayanan Mediasi dan Ajudikasi dengan nilai tuntutan sampai dengan Rp. 750.000.000 (asuransi umum) dan Rp. 500.000.000 (asuransi jiwa). Untuk pelayanan Arbitrase ditetapkan berdasarkan nilai klaim yang dipersengketakan.

Sengketa Klaim Asuransi Umum : Keadilan dan Kepatutan

truck cargo

KASUS
Seorang Tertanggung yang memiliki beberapa gudang, mengasuransikan bangunannya termasuk isinya. Isi bangungan adalah cetakan (moulds) untuk memproduksi barang-barang yang terbuat dari plastik. Risiko yang dijamin adalah all risks, sesuai kondisi polis Property All Risks standar Munich Re.

Pada suatu hari, sehari menjelang hari raya Idul Fitri, Tertanggung memindahkan sebagian isi gudangnya dari salah satu gudang ke gudang yang lain. Alat pengangkut yang digunakan adalah kendaraan bermotor truk miliknya sendiri. Barang-barang yang dipindahkan mempunyai bobot yang cukup besar sehingga proses pemuatannya ke atas dan penurunannya dari truk harus menggunakan crane. Pemuatan barang dilakukan dengan sempurna, demikian juga perjalanan ke gudang tujuan ditempuh dengan selamat. Ketika muatan akan diturunkan dari truk, ternyata crane di gudang tujuan macet dan tidak dapat digunakan. Menurunkan barang-barang dengan menggunakan tenaga manusia jelas tidak mungkin karena beratnya terlampau besar. Sedangkan mengambil crane dari gudang tempat barang-barang berasal juga tidak memungkinkan, sebab hari sudah sore menjelang malam, lagipula hari itu adalah hari kerja terakhir sebelum liburan Idul Fitri. Para pekerja harus segera pulang menyiapkan diri untuk menyambut hari raya, dan oleh sebab itu diputuskan bahwa truk beserta semua barang yang masih menjadi muatannya diparkir di dalam gudang. Gudang dikunci dan para karyawan pulang ke rumah mereka masing-masing.

Pada hari ketiga sesudah hari raya Idul Fitri, Tertanggung datang ke gudangnya. Dia sangat terkejut ketika melihat kunci gudang telah dirusak dan truk beserta isinya tidak berada di sana. Tertanggung segera melaporkan peristiwa ini kepada Penanggung.

Klaim ini segera diinvestigasi oleh Penanggung. Hasilnya klaim tidak dapat diterima, dengan alasan ketentuan polis bagian Kerusakan Material – Pengecualian Khusus angka 1.8 yang bunyinya: “Penanggung tidak bertanggung jawab atas kerugian kehancuran pada atau kerusakan atas harta benda yang pada saat terjadinya kerugian kehancuran atau kerusakan diasuransikan pada atau seharusnya diasuransikan pada polis atau polis-polis asuransi pengangkutan dan bukannya pada keberadaan polis ini.”

Nilai kerugian yang dialami sekitar Rp. 1,2 milyar. Tidak boleh diselesaikan BMAI melalui proses mediasi atau ajudikasi. Arbitrase BMAI dapat ditempuh, akan tetapi Tertanggung enggan mengajukannya, karena tidak ada kepastian bahwa ia akan memenangkan perkara ini, sementara ada biaya yang harus dikeluarkannya.

PEMBAHASAN
Pertanyaan yang timbul ialah, benarkah alasan penolakan Penanggung atas klaim ini?

Rupanya, Penanggung berpendapat bahwa harta benda yang dipertanggungkan seharusnya diasuransikan di bawah polis pengangkutan dan proses pengangkutan barang yang diklaim masih belum tuntas. Barang telah sampai di tempat tujuan, tetapi belum dibongkar atau diturunkan dari alat pengangkutnya, dan oleh karenanya belum ada proses “Delivery to the Consignee”. Definisi “Transit Clause” polis pengangkutan belum seutuhnya terpenuhi.

Tidak ada yang salah dalam penolakan klaim ini dengan menggunakan ketentuan polis tersebut, akan tetapi kiranya ada beberapa hal yang memerlukan pertimbangan Penanggung:

  1. Dalam situasi seperti ini, tatkala pengirim, pengangkut dan penerima barang adalah orang atau badan yang sama, maka sangat boleh jadi bahwa serah terima barang tidak dilakukan secara tepat waktu atau bahkan mungkin tidak ada sama sekali serah terima barang secara formal.
  2. Apakah barang telah dibongkar atau tidak, atau apakah serah terima barang telah ada atau tidak, risiko yang dihadapi Penanggung kiranya tetap sama dan tidak menjadi lebih besar. Barang di atas truk atau di rak barang, sama-sama berada di dalam gudang terkunci.
  3. Peristiwa penyebab kerugian tidak terjadi dalam masa pengangkutan (transit), tetapi setelah barang-barang tiba di tempat tujuan.
  4. Ketentuan polis sebagaimana disebutkan, diciptakan untuk memberikan kepastian mengenai Penanggung mana yang sesungguhnya harus bertanggung jawab bila terjadi suatu peristiwa yang dijamin kedua polis.

Memperhatikan hal-hal disebut dan mengingat ketentuan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang menetapkan bahwa Arbiter atau Majelis Arbitrase mengambil putusan berdasarkan ketentuan hukum atau keadilan dan kepatutan, maka Tertanggung akan memperoleh ganti-rugi, bila masalah ini diselesaikan melalui proses arbitrase.

Karena kredo kita yang utama adalah Utmost Good-Faith, hendaklah kita senantiasa mengingat bahwa di dalamnya ada azas keadilan dan kepatutan. Semoga.

 
SUMBER

INFORMASI BMAI
Tertanggung berhak untuk mendapatkan ganti rugi atas setiap klaim sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang diatur di dalam polis. Apabila klaim Tertanggung ditolak karena tidak terpenuhinya ketentuan dan/atau persyaratan polis, dan Tertanggung berkeberatan atas penolakan itu, Tertanggung boleh menempuh upaya mediasi atau ajudikasi melalui Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) pada:

 
Sebagai informasi :

  • Pelayanan BMAI tidak dikenakan biaya*
  • Keputusan Ajudikasi BMAI wajib diterima oleh Penanggung
  • Tertanggung bebas untuk menerima atau menolak keputusan Ajudikasi BMAI

 
*Pelayanan Mediasi dan Ajudikasi dengan nilai tuntutan sampai dengan Rp. 750.000.000 (asuransi umum) dan Rp. 500.000.000 (asuransi jiwa). Untuk pelayanan Arbitrase ditetapkan berdasarkan nilai klaim yang dipersengketakan.

MIA 1906 vs Insurance Act 2015

MIA 1906 vs IA 2015

 
Pemberlakuan yurisdiksi dan hukum Inggris, suka atau tidak suka, masih menjadi suatu kenyataan penting yang (harus) disepakati oleh pihak-pihak yang terlibat di dalam kontrak asuransi. Tidak hanya dalam praktek, dalam teori pun, aspek-aspek hukum Inggris masih tetap menjadi salah satu bahasan yang harus dipelajari oleh praktisi asuransi, dan kitab yang jadi rujukan adalah “Marine Insurance Act 1906”.

 
Meski nama UU (lama) ini menyandang kata “marine” tapi konsepnya secara umum berlaku untuk semua “class of bussines”. UU lama ini dinilai sudah “seriously out of date” sehingga mengharuskan pihak-pihak yang berkepentingan di Inggris untuk mereformasi UU tersebut.

 
Singkatnya, hasil reformasi MIA 1906 ini sekarang sudah menjadi UU hasil proses legislasi dengan nama baru yang disebut sebagai “Insurance Act 2015”.

 
“Insurance Act 2015” sudah dirilis sejak tanggal 12 Februari 2015 dan akan mulai diberlakukan mulai tanggal 12 Agustus 2016 untuk semua kontrak asuransi. RUU Asuransi ini pertama kali diperkenalkan di Parlemen pada tanggal 17 Juli 2014.

 
UU baru ini merupakan hasil evaluasi bersama oleh Komisi Hukum Inggris dan Komisi Hukum Skotlandia dalam hal hukum asuransi. MIA 1906 oleh Komisi Hukum dinilai terlalu “insurer-friendly” dan pembatasan bagi penanggung untuk dapat menghindar dari tanggung jawab terlalu luas. Oleh pemerintah Inggris, UU baru ini disebut sebagai “the biggest reform to insurance contract law in more than a century”.

 
UU baru ini didisain untuk memberikan kerangka berpikir yang lebih “up to date” dalam asuransi komersial dengan tujuan untuk: “at ensuring a better balance of interests between policyholders and insurers” sehingga diharapkan akan tercapai transparansi dan kepastian atas aturan-aturan yang mengatur kontrak komersial antara pemegang polis dan penanggung.

 
UU ini memperkenalkan beberapa perubahan substansial, dan sebagai pengganti Marine Insurance Act (MIA) 1906 yang berlaku terhadap polis-polis komersial, baik “marine” ataupun “non marine”.

 
Dari sekian banyak ulasan oleh pakar atau pengamat atau praktisi hukum dari berbagai sudut pandang, Penulis coba ringkas sedikit penjelasan yang mudah dipahami, yaitu:

  1. DISCLOSURE
    UU yang baru mengganti kewajiban pengungkapan “duty of disclosure” oleh tertanggung dengan persyaratan tertanggung harus membuat “fair presentation of the risk”. Ini berarti bahwa penanggung tidak lagi punya hak untuk membatalkan kontrak asuransi jika terjadi pelanggaran atas doktrin “duty of utmost good faith”. Broker, yang bertindak mewakili kepentingan tertanggung juga tidak lagi tunduk pada aturan lama mengenai “duty of disclosure”.
  2. WARRANTIES
    Berdasarkan hukum yang masih berlaku, pelanggaran atas “warranty” akan membebaskan penanggung dari semua tanggung jawab menurut kontrak asuransi, meskipun pelanggaran tersebut sepele dan tidak berhubungan dengan klaim yang diajukan oleh tertanggung. Berdasarkan UU yang baru, penanggung tidak bisa bergantung pada pelanggaran “warranty” jika tidak berhubungan dengan klaim. Malah “warranty” akan memiliki efek suspensif sedemikian rupa bahwa penanggung hanya dapat bergantung pada “warranty” yang dilanggar oleh tertanggung. Penanggung akan kembali “on risk” jika pelanggaran tersebut sudah diperbaiki/dikoreksi.
  3. REMEDY bagi Penanggung dalam hal terjadi “fraudulent claims”
    Jika menurut MIA 1906 jika terjadi “fraud”, tertanggung dapat kehilangan seluruh klaim, dan penanggung dapat membatalkan seluruh kontrak. Tapi menurut UU yang baru penanggung tidak dapat dimintakan tanggung jawab untuk klaim yang terkait “fraud” dan dapat meminta tertanggung mengembalikan jumlah yang sudah dibayar untuk klaim yang terkait “fraud” dan menghentikan kontrak sejak terjadi “fraud” serta menahan premi. Penting juga untuk dicatat bahwa UU 2015 ini membedakan antara “consumer insurance contract” dan “non-consumer insurance contract”. Namun demikian UU baru ini tetap memerlukan waktu untuk pembuktiannya di pengadilan guna mendapatkan pemahaman yang lebih baik, bagaimana UU ini diinterpretasikan dan diberlakukan di berbagai kasus yang berbeda.

 
Dokumen UU Marine Insurance Act 1906 dan Insurance Act 2015 yang diterbitkan dapat didownload di bawah ini.

 

All Rights Reserved. Copyright © 2015-2024
error: Protected Content!!